Rabu, 11 Maret 2015

BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL DAN MODERN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu ‘bio’ yang berarti makhuk hidup dan ‘teknologi’  yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa. Dari paduan dua kata tersebut European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari organisme hidup, dan/atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa (Goenadi & Isroi, 2003).
Produk-produk yang dihasilkan dari bioteknologi memiliki nilai guna yang sangat mempengaruhi kehidupan. Hal itu disebabkan produk bioteknologi tidak hanya dapat dihasilkan pada satu bidang saja, melainkan hampir semua bidang makhluk hidup dapat dapat dibantu dari produk tersebut. Seperti pada bidang kedokteran yang memanfaatkan bioteknologi pada pembuatan antibodi monoklonal, terapi genetika, vaksin, pengendalian demam berdarah dengan Baclhis thuringiensis, memangkas malaria secara genetika, usaha pencangkokan gen pada penderita Thalassemia, bayi tabung, dan lainnya.
 Secara umum, bioteknologi dapat dibedakan menjadi bioteknologi konvensional (tradisional) dan modern. Keduanya memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Pada bioteknologi konvensional memiliki ciri sebagai berikut : 1) Dilakukan tanpa dilandasi prinsip-prinsip ilmiah, 2) Dilakukan hanya berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun, dan 3) Belum dapat diproduksi secara masal. Sedangkan bioteknologi modern memiliki ciri sebagai berikut : 1)  Dilakukan menggunakan prinip-prinsip ilmiah, 2) Dilakukan tidak hanya berdasarkan prinsip turun menurun tetapi berdasarkan pengkajian yang mendalam, dan 4) Dapat diproduksi secara masal.
Kemajuan di bidang bioteknologi ini tidak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan.
1.2    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penerapan bioteknologi secara konvensional?
2.    Bagaimana penerapan bioteknologi secara modern?
3.    Bagaimana cara membedakan antara bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern?
4.    Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern?

1.3    Tujuan
1.    Untuk mengetahui penerapan bioteknologi secara konvensional.
2.    Untuk mengetahui penerapan bioteknologi secara modern.
3.    Untuk mengetahui cara membedakan antara bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.
4.    Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.

















BAB II
ISI

2.1 Bioteknologi Konvensional
Bioteknonologi konvensional adalah bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk memproduksi produk-produk dari mikroorganisme tersebut, seperti alkohol, bahan makanan dan gula. Bioteknologi dalam artian pemanfaatan mikroorganisme untuk mengolah makanan dan minuman, telah dikenal sejak jaman dahulu sebelum masehi. Proses yang biasa dilakukan mikroorganisme ini disebut dengan proses fermentasi dan akan menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia seperti tempe, tape, yoghurt dan keju. Salah satu ciri dari bioteknologi tradisional adalah penggunaan mikroorganisme secara langsung dalam mengubah bahan pangan. Bioteknologi mikroba ini merupakan suatu perkembangan ilmu teknologi yang menggunakan agen hayati dalam menghasilkan suatu produk, dan agen tersebut adalah mikroba (Wijharutami, A.Z., 2010).
Penggunaan mikroba dalam ilmu bioteknologi pada umumnya menggunakan teknik fermentasi. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau makanan. Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak lama. Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan (Waites, et. al, 2001):
1.    Mikroba sebagai inokulum.
2.    Tempat (wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung dengan optimal.
3.    Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.

Medium untuk fermentasi biasa disebut substrat. Biasanya pada teknologi fermentasi digunakan bahan dasar yang mengandung karbon. Oleh karena itu, kebanyakan berasal dari tumbuhan dan sedikit dari produk hewani. Sebagai contoh biji-bijian (grain) dan susu (milk). Teknik fermentasi merupakan teknik yang digunakan pada bioteknologi konvensional. Berikut contoh dari beberapa penerapan bioteknologi konvensional:
a.    Pembuatan tempe
Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh spesies jamur tertentu. Selama proses fermentasi ini terjadi perubahan fisik dan kimiawi pada kedelai sehingga menjadi tempe. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe. Salah satu factor adalah aerasi (Hastuti, 2008). Tempe adalah hasil fermentasi dari kacang kedelai. Raginya adalah Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Berbeda dengan kacang kedelai yang strukturnya keras, tempe cenderung lunak, empuk, dan memiliki aroma yang khas (Pujosusilo, 1997).
Banyak bahan makanan yang dibuat dengan bantuan fermentasi oleh mikroba. Yang terutama menyebabkan fermentasi dalam pembuatan produk-produk makanan tersebut ialah bakteri asam laktat. Mikroorganisme yang menyebabkan perubahan-perubahan ini dapat berupa flora normal yang terdapat pada bahan makanan yang akan difermentasikan atau dapat ditambahkan sebagai biakan pemula (Irianto, 2007). Rhizophus sp. Merupakan organisme yang  dipergunakan sebagai biakan pemula didalam pembuatan tempe.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
1.    Oksigen→ Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
2.    Uap air → Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
3.    Suhu → Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
4.    Keaktifan Laru→ Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tape sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan (Sumantri, 2007).

Berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut. Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai pula kultur murni Klebsiella. Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12. Adanya bakteri Bacillus sp pada tempe merupakan kontaminan, sehingga hal ini tidak diinginkan (Sumantri, 2007).
Pada tempe yang berbeda asalnya sering dijumpai adanya kapang yang berbeda pula (Dwidjoseputro dan Wolf, 1970). Jenis kapang yang terdapat pada tempe Malang adalah R. oryzae., R. oligosporus., R. arrhizus dan Mucor rouxii. Kapang tempe dari daerah Surakarta adalah R. oryzaei dan R. stolonifer sedangkan pada tempe Jakarta dapat dijumpai adanya kapang Mucor javanicus., Trichosporon pullulans., A. niger dan Fusarium sp. Masing-masing varietas dari kapang Rhizopus berbeda reaksi biokimianya, hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan dari enzim yang dihasilkan. Pektinase hanya disintesa oleh R. arrhizus dan R. stolonifer. Sedangkan enzim amilase disintesa oleh R. oligosporus dan R. oryzae tetapi tidak disintesa oleh R. arrhizus (Sumantri, 2007).
Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau langu dari kedelai juga akan hilang (Sumantri, 2007).
Kadar air kedelai pada saat sebelum fermentasi mempengaruhi pertumbuhan kapang. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan pada kadar air dimana setelah 24 jam fermentasi, kadar air kedelai akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat lagi menjadi 64% (Sudarmaji dan Markakis, 1977 dalam Sumantri, 2007).
Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi tempe adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam (Sumantri, 2007). Selama fermentasi, asam amino bebas juga akan mengalami peningkatan dan peningkatannya akan mencapai jumlah terbesar pada waktu fermentasi 72 jam (Murata et al., 1967 dalam Sumantri , 2007). Kandungan serat kasar dan vitamin akan meningkat pula selama fermentasi kecuali vitamin B1 atau yang lebih dikenal dengan thiamin (Shurtleff dan Aoyagi dalam Sumantri, 2007).

b.    Pembuatan Tuak
Tuak adalah minuman beralkohol khas Batak, yang terbuat dari batang kelapa atau batang Aren yang di ambil airnya kemudian dicampurkan dengan raru, Ada juga tuak yang tidak dicampur dengan raru atau yang disebut dengan  tuak tangkasan. Proses pembuatan tuak bagi menjadi dua yaitu ada tuak yang terbuat dari batang Aren dan batang kelapa, masing-masing pembuat tuak atau yang disebut dengan paragat mempunyai resep masing-masing dalam membuat  tuak, biasanya resep ini akan turun-temurun kepada anak-anak pembuat tuak tersebut:
1.    Tuak dari batang aren
Tuak merupakan sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata). Kalau dalam bahasa Indonesia, sadapan dari enau atau aren disebut nira. Nira tersebut manis rasanya, sedangkan ada dua jenis tuak sesuai dengan resepnya, yaitu yang manis dan yang pahit (mengandung alkohol).Hatta Sunanto (1983:17), seorang Insinyur pertanian, menerangkan "Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800m di atas permukaan laut. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500m dan lebih dari 800m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang memuaskan”.
Penyadap tuak disebut  paragat (semacam pisau yang dipakai waktu menyadap tuak). Setelah dipukul tandannya berulang-ulang dengan alat dari kayu yang disebut balbal-balbal  selama beberapa minggu, setelah itu mayangnya sudah dapat dipotong, kemudian ujung tandan tersebut dibungkus dengan obat (kapur sirih  atau keladi yang ditumbuk) selama dua-tiga hari. Dengan prosedur ini barulah mulai datang airnya dengan lancar.
Seorang peragat menyadap tuak dua kali  sehari yaitu pagi dan sore hari.Tuak yang ditampung pagi hari dikumpulkan di rumah paragat. Setelah ujicoba rasanya, paragat memasukkan ke dalam bak tuak sejenis kulit kayu yang disebut  raru supaya cocok rasanya dan alkoholnya, raru inilah yang mengakibatkan peragian. Resep membuat tuak berbeda-beda sedikit  demi sedikit tergantung para paragat. Resep masing-masing boleh dikatakan sebagai rahasia perusahaan, maka tidak menjadi masalah siapa pun bisa berhasil sebagai paragat. Paragat harus belajar dahulu cara kerjanya.
2.    Tuak dari batang kelapa
Produksi dan distribusi tuak dari batang  kelapa hampir sama dengan yang di ambil dari batang aren. Di Medan Pohon aren tidak dapat tumbuh karena sejajar dengan permukaan air laut,maka tuak di sadap dari batang kelapa, untuk membuat tuak harus terlebih dahulu memanjat pohon kelapa.
Manggar ialah bakal buah kelapa yang  umurnya sekitar tiga bulan. Artinya, manggar sudah tua, tetapi belum muncul kelapanya. Manggar muda belum banyak niranya, sementara yang sudah keluar kelapanya sudah tidak bisa disadap. Penyadapan dilakukan dengan memotong ujung manggar sekitar lima sentimeter. Setelah itu, selama tiga hari setiap pagi dan sore ujung manggar tersebut dipotong lagi sekitar satu sentimeter hingga akhirnya mengeluarkan nira. "Nira baru dapat keluar kira-kira tiga hari setelah pemotongan pertama Setelah mengeluarkan  nira, pelepah yang membungkus manggar dapat dibuka. Manggar selanjutnya disatukan dan diikat kuat lalu diarahkan ke bawah supaya nira dapat menetes. Tetesan nira  itulah yang kemudian ditampung di jerigen-jerigen.
Manggar yang baik, dapat terus meneteskan nira hingga satu bulan. Sementara yang kurang baik, penyadapan hanya bisa berlangsung dua minggu. Manggar yang baik biasanya dimiliki pohon kelapa lokal berumur di atas enam tahun yang daunnya tampak mengkilap dan turun ke bawah. Di setiap  pohon, dalam waktu yang sama sebaiknya hanya ada dua manggar yang disadap. Sebab, jika terlalu banyak manggar yang disadap, kualitas dan kuantitas nira yang dihasilkan akan berkurang, Setiap pagi antara pukul 08.00 hingga 10.00, nira yang sudah ditampung itu diambil para peragat dan kemudian diolah. Sorenya para peragat harus kembali memanjat untuk memotong manggar agar nira tetap menetes. Dalam sehari para paragat biasanya hanya bisa memanjat menyadap 20 pohon.
Untuk memaksimalkan nira yang didapat, setiap dua minggu sekali mereka mencari manggar baru untuk disadap. Jadi,  meski pohon yang disadap terbatas, jumlah tuak yang mereka peroleh relatif stabil, setiap hari antara 25 sampai 30 liter, tuak hasil sadapan yang berwarna putih seperti susu  itu lalu disaring hingga benar-benar bersih. Penyaringan kadang harus dilakukan sampai tiga kali karena tuak yang diambil dari pucuk pohon kelapa sering bercampur dengan sisa-sisa potongan manggar atau lebah pencari tuak.
Setelah bersih, di dalam tuak yang rasanya manis itu lalu dimasukkan potongan kulit pohon (kulit raru). Kulit raru dapat digunakan hingga empat kali. Setelah itu harus dibuang karena sarinya sudah habis, hal ini bias diketahui dengan melihat bahwa kulit raru tersebut telah layu dan warnanya berubah dari cokelat segar menjadi keputih-putihan. Setelah direndam selama enam sampai delapan jam di dalam tuak, kulit raru diambil lagi dan dicampurkan dengan tuak. Jika kulit pohon raru yang direndam terlalu banyak, tuak akan berwarna cokelat dan rasanya terlalu pahit. Dan kalau kurang, tuak akan manis dan berwarna putih. Menurut para paragat dari 30 liter nira hasil sadapan, dapat dibuat 45 botol tuak, biasanya tuak akan bertahan sekitar dua hari. Setelah itu, tuak harus dibuang karena rasanya sudah masam.

c.    Tape
Tape adalah produk yang dihasilkan dari proses fermentasi, di mana terjadi suatu  perombakan bahan-bahan yang tidak sederhana. Zat pati yang ada dalam bahan makanan diubah menjadi bentuk yang sederhana yaitu gula, dengan bantuan suatu mikroorganisme yang disebut ragi atau khamir (Hasanah dkk., 2012). Tape merupakan makanan fer mentasi tradisional yang sudah tidak asing lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari singkong (ketela pohon).. Inokulum tape, atau sering disebut ragi tape, telah lama diteliti. Pada dasarnya ada dua tipe tapai, tapai ketan dan tapai singkong. Tape memiliki rasa manis dan sedikit mengandung alcohol, memiliki aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan berair. Tapai sebagai produk makanan cepat rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum fermentasi tercapai, sehinnga rasaya asam dan tidak untuk dikonsumsi.
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape, baik dari singkong dan beras ketan. Menurut Dwijoseputro (1988) ragi tape merupakan  populasi campuran yang tediri dari spesies-spesies genus Aspergilius, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter. Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis.  Aspergillus menyederhanakan tepung menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase yang akan memecah pati dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candidadan Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan  bermacam-macam zat organik lain sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam. Beberapa jenis jamur juga terdapat dalam ragi tape, antara lain Chlamydomucororyzae, Mucor sp, dan  Rhizopus sp. Di dalam ragi ini terdapat mikroorganisme yang dapat mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana (glukosa) yang selanjutnya diubah lagi menjadi alkohol.
Singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong. Selain singkong, semua makanan yang mengandung karbohidrat bisa diolah menjadi tape. Tetapi sampai sekarang yang sering diolah adalah ketan dan singkong (berdaging putih atau kuning). Singkong adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.

2.2    Bioteknologi Modern
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli telah mulai mengembangkan bioteknologi dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian. Bioteknologi modern merupakan praktik bioteknologi yang didasari dengan prinsip-prinsip ilmiah hasil penelitian sebelumnya. Perkembangan bioteknologi modern ini dimuali sejak ditemukannya struktur helik ganda DNA dan teknologi rekombinasi DNA pada awal tahun 1950-an. Bioteknoligi modern didasari oleh beberapa ilmu biologi yaitu mikrobiologi, genetika dan biokomia, dengan dasar ketiga ilmu tersebut dan ditemukannya struktur helik ganda DNA memungkinkan manusia untuk memanipulasi suatu organisme pada taraf seluler ataupun molekuler.dengan bioteknologi modern dapat dilakukan perbaikan galur dengan cepat dan tepat serta dapat diprediksi, dapat merancang galur dengan bahan genetik tambahan yang tidak pernah ada pada galur induknya. Ciri-ciri bioteknologi modern biasanya steril, produksi dalam jumlah banyak (massal), kualitas berstandar. Adapun beberapa contoh dari bioteknologi modern yaitu :
1.    Tanaman atau Hewan transgenik
Tanaman atau hewan transgenik merupakan salah satu produk bioteknologi modern yang dilakukan dengan suatu metode untuk merekayasa genetik dengan cara menyisipkan gen yang dikehendaki ke dalam suatu organisme (Nurcahyo, 2011).
2.    Hibridoma
Hibridoma merupakan suatu metode untuk menggabungkan dua jenis sel dengan tujuan mendapatkan sel hibrid yang memiliki kemampuan kedua sel induknya (Nurcahyo, 2011). Pembuatan antibodi monoklonal dapat dilakukan dengan metode hibridoma. Hibridoma dilakukan dengan cara menggabungkan sel meiloma dengan sel limfosit spesifik. Sel gabungan tersebut memilki sifat gabungan dari kedua sel asalnya, yaitu menghasilkan antibodi spesifik yang diturunkan dari sel limfosit spesifik dan mempunyai sifat dapat hidup terus menerus yang didapat dari sel meiloma (Hasibuan, 1998). 
3.    Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika yaitu metode untuk memanipulasi genetik suatu organisme dengan cara menambahkan atau mengurangi gennya sehingga memiliki sifat sesuai dengan yang diharapkan. Ilmuwan menggunakan rekayasa genetika untuk membuat sel bakteri dapat menghasilkan hormon insulin manusia (Nurcahyo, 2011).
Dengan adanya bioteknologi modern secara prospektif akan mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru (Nurcahyo, 2011). Selanjutnya penemuan baru ini akan membantu dalam hal perkembangan bioteknologi yang lebih spesifik dalam bidang farmasi, kedokteran, pertanian, peternakan, forensik, kelautan, lingkungan serta lingkungan dan sosial.

2.3 Perbedaan Bioteknologi Konvensional dan Modern
Bioteknologi konvensional dan modern memiliki ciri-ciri yang khusus. Seperti hal bioteknologi konvensional yang ditemukaan saat perkembangan ilmu pengetahuan kurang begitu diperhatikan. Hal itu menyebabkan penemuan yang ada masih sangat sederhana, sehingga masih banyak kekurangan yang ditemukan pada hasil maupun prosesnya. Sedangkan produk bioteknologi modern lebih baik yang disebabkan adanya pertimbangan dari berbagai prinsip ilmu yang ada. Untuk dapat mengetahui perbedaan antara bioteknologi konvensional dan modern dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel . Perbedaan Bioteknologi Konvensional dan Modern
No.
Karakteristik
Bioteknologi
Konvensional
Modern
1.
Asal
Berdasarkan keterampilan yang diwariskan turun temurun
Berdasarkan hasil kajian berbagai disiplin ilmu yang mendalam
2.
Sifat
Teknologi sederhana
Teknologi  modern
3.
Teknik yang digunakan
Fermentasi oleh Mikroorganisme
Rekayasa Genetika
4.
Bahan
Menggunakan makhluk hidup secara langsung
Menggunakan makhluk hidup dan komponennya secara langsung
5.
Keterlibatan manusia
Tidak mengubah sifat (proses) pada agen biologi yang digunakan
Mengubah sifat (proses) pada agen biologi (organisme) yang digunakan
6.
Prinsip ilmiah
Tidak menerapkan prinsip ilmiah
menerapkan prinsip ilmiah
7.
Kebersihan
Belum steril
Steril
8.
Produk yang dihasilkan
Sedikit
Masal

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Bioteknologi (Konvensional dan Modern)
Berbagai produk yang dihasilkan dari bioteknologi tidak
a.    Bioteknologi Konvensional
Ø Kelebihan :   - Relatif murah.
-  Teknologi sederhana.
-  Pengaruh jangka panjang umumnya sudah diketahui karena sistemnya sudah mapan.
-  Meningkatkan nilai gizi dari produk-produk makanan dan minuman, seperti air susu menjadi yoghurt, mentega, keju.
-  Menciptakan sumber makanan baru, misalnya dari air kelapa dapat dibuat Nata de coco.
-  Secara tidak langsung dapat meningkatkan perekonomian rakyat karena bioteknologi konvensional tidak banyak membutuhkan biaya karena biaya yang digunakan relatif murah

Ø Kekurangan :  - Perbaikan sifat genetik tidak terarah.
-    Tidak dapat menatasi masalah ketidak sesuaian genetik.
-    Hasil tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
-    Memerlukan waktu lama untuk menghasilkan galur baru.
-    Tidak dapat mengatasi kendala alam dalam mengatasi                                              budidaya tanaman misal masalah hama

b.    Bioteknologi Modern
Ø Kelebihan : -   Perbaikan sifat genetik dilakukan secara terarah.
-   Dapat mengatasi kendala ketidaksesuaian genetik.
-   Hasil dapat diperhitungkan.
-   Dapat menghasilkan jasad baru dengan sifat baru yang tidak ada pada jasad alami.
-   Dapat memperpendek jangka waktu pengembangan galur jasad / tanaman baru.
-    Dapat meningkatkan kualitas dan mengatasi kendala alam dalam sistem budidaya tanaman.
Ø Kelebihan pada berbagai bidang :
-       Pertanian dan Peternakan, menciptakan bibit-bibit unggul yang akan memberikan produk bermutu tinggi secara kualitas dan kuantitas, meningkatnya sifat resistensi tanaman terhadap hama, dan penyakit tanaman.
-       Lingkungan dan Pelestarian, mengatasi masalah pelestarian spesies langka dan hampir punah.
-       Kesehatan, mampu menciptakan produk obat untuk penyakit.
-       Industri, menciptakan pemberantas hama secara biologis dan tanaman tahan hama dalam tubuhnya disisipi gen bakteri.
-       Pertambangan, melakukan pengolahan biji besi dan masalah sumber daya energi.

Ø Kekurangan :  - Relatif mahal.
-   Memerlukan kecanggihan tekhnologi.
-   Pengaruh jangka panjang belum diketahui
Ø Kekurangan pada berbagai bidang :
-       Etika/ Moral, bertentangan dengan nilai budaya dan agama, merusak etika dan moral, serta melanggar hukum alam.
-       Sosial ekonomi, menimbulkan kesenjangan antara negara/ perusahaan, harus adanya perizinan dalam menggunakan produk, menimbulkan kesenjangan ekonomi, dan menyingkirkan plasma nutfah.
-       Kesehatan, kematian, gen yang resisten terhadap antibiotik, dan adanya kandungan bahan kimia yang baru pada produk.
-       Lingkungan, mengganggu keseimbangan alam dan kelestarian organisme, pencemaran biologi, dan penyalahgunaan hak pribadi.






















DAFTAR RUJUKAN

Hastuti, Utami Sri. 2010. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang: UMM Press.
Hasibuan, Adria P.M. 1998. Pembuatan Antibodi Monoklomal Terhadap Salmonella typhimurium Dengan Teknik Hibridoma. Batan: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi.
Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung:       YramaWidya.
Pujosusilo, W. A. 1997. Pengaruh Dosis Ragi dan Macam Pembungkus terhadap Kadar Asam Amino Bebas dalam Tempe. (Online), (http://pembuatan-   tempe-ragi). Diakses tanggal 3 Februari 2015.
          Sumantri, Debby. (2007). Cara Pembuatan Tempe. (Online). (http://software-            komputer.blogspot.com/2007/08/cara-pembuatan-tempe.html). Diakses       tanggal 3Februari 2015.
          Winarno, F.G., (1997), Kimia PangandanGizi. Jakarta: Gramedia
          Dwidjoseputro. 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan